Belum Berakhir: Perjuangan Keadilan Agraria

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

“Menurut para filsuf di masa lalu, hukum itu hanya ada dua pilihan: tidak diperlukan atau sia-sia”, demikian Gunawan Wiradi memberi pengantar dalam Peluncuran dan Bedah Buku ‘Perjuangan Keadilan Agraria’ di Ruang Sidang Silva Fakultas Kehutanan IPB (13/11). Acara tersebut dihadiri oleh Gunawan Wiradi, dengan pembicara seperti Prof. Dudung Darusman, Dr. Riwanto Tirtosudarmo dan Mardhatillah serta dimoderatori oleh Prof. Didik Suhardjito.

Wiradi menekankan hal tersebut sebagai penekanan terhadap vitalnya moralitas dalam pembentukan dan penegakan hukum. “Bila moralitas telah membumi, hukum tidak diperlukan. Bila hukum tapi tidak ada moralitas, hukum sia-sia,” Wiradi menekankan.

Hal ini terjadi mengingat keresahan Gunawan Wiradi terhadap pembentukan Undang-Undang, khususnya tentang Agraria dan Sumber Daya Alam, tidak dibuat dengan semestinya. Bahkan beliau berkali menekankan telah diobrak-abriknya UUD 1945 sehingga yang tersisa hanya Pembukaan (preambule) saja yang utuh.

Prof. Dudung Darusman lebih menekankan perlunya kolaborasi ekonomi lokal dalam pengelolaan sumber daya hutan yang bermanfaat. Menurutnya, kebijakan pemerintah selama ini yang menjadikan perusahaan-perusahaan HPH sebagai lokomotif penggerak ekonomi daerah sekitar hutan justru kekeliruan besar.

“Perusahaan HPH lebih mementingkan skala ekonomi luas untuk memperoleh keuntungan sebesarnya, namun melupakan masyarakat sekitarnya. Sehingga, ekonomi lokal yang beragam dan bertumpu pada sumber hutan menjadi tersingkir dan menghilang,” jelas Dudung.

Dr. Riwanto Tirtosudarmo mengingatkan terjadinya suata pergeseran narasi yang berbeda dari tahun 1970-an. Hal ini ditekankan dengan mengacu pada studi mendalam Ben White. “Ben White memberikan penjelasan adanya pergeseran pola narasi dari Land Reform ke Green Revolution. Tetapi menjelang tahun 2000-an, menurut pendapat saya, terjadi pergeseran dari Green Revolution ke Good Governance,” ungkap Riwanto.

Riwanto menambahkan juga, pergeseran narasi ini tidak lepas dari dinamika ideologi dunia. “Kosakata Good Governance  sendiri sudah sejak lama terindikasi dengan suatu ideologi tertentu, mungkin kapitalisme-neoliberalisme, yang digadang oleh IMF dan World Bank,” tambahnya.

Sedangkan Mardhatillah menjelaskan permasalahan yang hingga kini masih (seakan) tidak terlihat: kaum perempuan. Menurutnya, permasalahan yang dihadapi oleh perempuan sama saja dengan laki-laki: menuntut keadilan. Keadilan dalam mengambil kebijakan utamanya dalam sumber daya alam masih menjadi PR besar dalam mengangkat derajat perempuan yang setara dengan lelaki.

“Seringkali kebijakan pemerintah terutama pengelolaan sumber daya alam mengatasnamakan rakyat. Akan tetapi, kebijakan pengelolaan sumber daya alam itu masih abai terhadap perempuan. Perempuan  menghadapi ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya alam,” ungkap Tillah, sapaan akrabnya.

Setelah tanya-jawab, diskusi dan tanggapan, acara ditutup dengan beberapa pernyataan dari penyunting buku, Mohammad Shohibuddin. Menurut Shohib, penyusunan buku tersebut merupakan usaha untuk mendialogkan antara Reforma Agraria dan pembaharuan tata pengurusan agraria.

“Konteks reforma agraria sekarang dengan yang dahulu sudah berbeda sekali dan sudah tidak bisa lagi mengasumsikan eksekusi reforma agraria pasca-Perang Dunia. Sehingga dengan konteks sekarang, kita berusaha memperluas front tidak hanya pada konteks reforma agraria tetapi dengan memperkenalkan pembaruan tata urus agraria di semua bidang,” jelas Shohib.

Selain itu, buku tersebut berusaha untuk meninjau kembali pernyataan Prof. Sajogyo terhadap ‘Optimisme Makro, Pesimisme Mikro’. Menurutnya, dalam konteks terjadi kebalikan dari pernyataan Prof. Sajogyo.

“Dalam masa sekarang telah muncul suara Pesimisme Makro, Namun dalam buku ini justru lahir gambaran di lapangan adanya optimisme mikro di akar rumput. Sehingga spektrum perjuangan pembaruan begitu beraga, dan adanya kasus-kasus yang menggambarkan adanya optimisme mikro ini,” tutup Shohib. [kmi]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Lainnya

Scroll to Top