Sinematik #2: Hidupnya Para Buruh Informal dan Formal di Tengah Pandemi

Hari Rabu, 22 April 2020, Sajogyo Institute mengadakan Serial Diskusi Online Tematik (Sinematik) edisi kedua. Diskusi daring melalui platform Zoom Meeting dan disiarkan secara langsung di kanal Youtube Media Sajogyo Institute ini mengusung tema “Hidupnya Para Buruh Informal dan Formal di Tengah Pandemi”.

Diskusi dimulai pada pukul 14.00 WIB dan dibuka oleh Moderator Ganies Oktaviana. Narasumber diskusi adalah Sugeng Riyadi (LIPS) dan Irendra Radjawali (pegiat ekologi-politik dan sains kompleksitas).

Pemaparan awal diberikan oleh Sugeng Riyadi dengan membawakan materi terkait kebijakan pemerintah yang berdampak pada buruh formal dan informal di tengah pandemi. Bagaimana pandemi yang ada saat ini memicu krisis kapital dan semakin memperburuk situasi buruh di Indonesia.

Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pun tidak memberikan penegasan pada perusahaan untuk menjamin hak-hak dasar buruh selama masa pandemi berlangsung. Tidak sedikit pula perusahaan yang mengambil kesempatan pada situasi seperti ini untuk melakukan efisiensi perusahaan dengan pemutusan kontrak kerja secara masif.

Pada sesi kedua, Irendra Radjawali menyampaikan dua sub materi yang berkaitan dengan keberlangsungan hidup di masa pandemi. Sub-materi yang pertama membicarakan tentang prekariat, konsep kelas baru yang cukup rentan dalam situasi pandemi saat ini.

Sub materi selanjutnya membicarakan perpindahan keadaan dari kapitalisme pandemi ke kapitalisme pemantauan. Bagaimana pemerintah menyerahkan solusi permasalahan pada sektor swasta dan menganggap bahwa teknologi dan digital sebagai solusi terbaik untuk menangani pandemi ini.

Segala kemudahan penggunaan teknologi yang ada saat ini nantinya dapat berakibat pada penyalahgunaan informasi. Situasi di mana setiap gerak masyarakat dapat dipantau oleh pihak tertentu tidak dapat dihindari.

Di akhir sesi kedua, SAINS juga mengajak Kusnadi ‘Coim’ (Oncom Hideung), seorang musisi jalanan yang membagikan tentang ceritanya dan rekan-rekan pekerja informal disekitarnya.  Sejak PSBB berlaku, bertahan hidup menjadi hal yang sangat sulit bagi mereka. Menurutnya, kebijakan diberlakukan tidak diikuti oleh strategi yang menjamin kesejahteraan orang-orang terdampak kebijakan tersebut. Khususnya masyarakat pinggiran dan pekerja informal yang bergantung pada pemasukan harian.

Dalam menyikapi pandemi yang ada saat ini kita perlu membangun jaringan kita sendiri, tidak hanya jaringan solidaritas tetapi juga kekuatan politik yang membicarakan keberlangsungan hidup sehari-hari. Saat seperti ini pula adalah kesempatan bagi masyarakat untuk merebut teknologi agar pemerintah tidak menyalahgunakan kewenangannya dalam mengawasi gerak hidup masyarakat melalui teknologi tersebut.

Kecepatan dan ketepatan menjadi variabel yang sangat menentukan, oleh karenanya tidak perlu menunggu institusi dan organisasi tertentu melakukan pergerakan jika kita bisa memulainya sendiri. [Rdu]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top