Jelang Bulan Ramadan, Sajogyo Institute Ziarahi Makam Prof. Sajogyo dan Prof. Pudjiwati

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Pada Kamis kemarin (2/5), bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional dan menjelang bulan Ramadan, Sajogyo Institute menziarahi makam para Begawan Sajogyo Institute, yaitu Prof. Sajogyo dan Prof. Pudjiwati Sajogyo.

Ziarah makam digelar dalam rangka jelang memasuki bulan Ramadan. Sebagaimana dalam tradisi masyarakat Indonesia, ziarah kubur menjelang bulan Ramadan merupakan kebiasaan yang lumrah.

Yang hadir dalam ziarah tersebut seperti Pengurus Badan Eksekutif Sajogyo Institute, Sekretariat Yayasan Sajogyo Inti Utama, dan para pegiat Sajogyo Institute. Hadir pula keponakan dari Prof. Pudjiwati Sajogyo.

Pertama, para peziarah mengunjungi makam Prof. Pudjiwati Sajogyo di Taman Pemakaman Umum (TPU) Blender, Kebon Pedes. Dalam kenangan, Ibu Pudjiwati sendiri memiliki peran dan kontribusi yang begitu besar dalam bidang Sosiologi Pedesaan, khususnya isu keperempuanan di Indonesia.

Berziarah ke makam Prof. Pudjiwati Sajogyo. [Dok. Sajogyo Institute]
Sayangnya, beliau seringkali terlupakan dalam arus besar studi dan isu keperempuanan dan gender di Indonesia. Padahal, jasanya begitu besar dalam membangun narasi perempuan Indonesia terutama pembedahannya terhadap peran perempuan dalam pembangunan yang seringkali ‘termarjinalkan’.

Bahkan, di IPB, tempat ia mengajar mencurahkan tenaga dan pikirannya, mencetuskan mendirikan Pusat Studi Wanita (PSW) pertama kalinya. Ia mengasuh PSW hingga masuk masa pensiunnya.

Bergeser jauh, peziarah lanjut berziarah ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Dreded Bondongan. Di sinilah tempat peristirahatan terakhir Prof. Sajogyo. Memang, makam Prof. Sajogyo dan Prof. Pudjiwati berbeda tempat.

Berziarah ke makam Prof. Sajogyo [Dok. Sajogyo Institute]
Beliau yang disebut sebagai Begawan Sosiologi Pedesaan Indonesia banyak memberikan sumbangan besar bagi pembangunan pedesaan dan penyelesaian masalah kemiskinan di Indonesia. Beberapa gagasannya yang berbekas hingga kini seperti ‘Garis Kemiskinan Sajogyo’ hingga Taman Gizi (bertransformasi menjadi Posyandu).

Di IPB sendiri, tempat almamaternya, ia bersama istrinya dan beberapa sahabat karibnya, berhasil mengejawantahkan gagasan dan pemikirannya dengan mendirikan Program Studi Sosiologi Pedesaan di tingkat Pasca-Sarjana IPB. [kmi]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Lainnya

Scroll to Top