Kebijakan, Industrialisasi, dan Kelas Buruh

Bagikan

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

SERI DISKUSI TRAYEKTORI KAPITAL DAN RAGAM KONSEKUENSINYA:
Kebijakan, Industrialisasi, dan Kelas Buruh

Pada tanggal 29 Oktober 2018, Sajogyo Institute menyelenggarakan dua seri diskusi: (1) dengan topik “Industrialisasi dan Pembentukan Kelas Buruh” yang dipantik oleh Fahmi Panimbang, peneliti perburuhan internasional; dan (2) topik “Arah Kebijakan Energi, Perkembangan, dan Ragam Konsekuensinya” yang dipantik oleh Maryati Abdullah, koordinator nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia. Dua seri diskusi ini merupakan kelanjutan dari rangkaian diskusi tentang trayektori kapital dan ragam konsekuensinya, yang digulirkan oleh Sajogyo Institute pada bulan Oktober dalam rangka menggali lebih utuh berbagai pola kerja kapitalisme global dan ragam dampak sosial-ekologisnya di Asia, khususnya di Indonesia.

Narasumber diskusi topik pertama, Fahmi Panimbang, membahas gencarnya pengembangan industri di Asia melalui pembentukan rantai nilai global, yang justru beriringan dengan tren kian menurunnya upah buruh. Sering kali pihak perusahaan transnasional menolak tuntutan serikat buruh untuk menaikkan upah buruh melalui ancaman akan memindahkan pabrik mereka ke luar negeri. Dalam rantai nilai global, industri di Indonesia berada di posisi terendah yang hanya berperan dalam produksi perakitan atau penyediaan bahan-bahan pelengkap, yang meski pekerjaan tersebut membutuhkan keahlian khusus dan tidak bisa dipandang remeh, tapi tetap saja dipandang sebagai kerja-kerja kasar di tingkat bawah dengan upah rendah, yang dalam industri elektronik sering diistilahkan dengan “woodchips”. Sementara komponen utama elektronik (microchip) dengan nilai jual paling tinggi diproduksi di negara asal perusahaan seperti Korea dan sebagainya.

Narasumber diskusi topik kedua, Maryati Abdullah, menjelaskan perkembangan beberapa industri pertambangan di Indonesia, terutama pertambangan minyak dan gas yang ditangani oleh Pertamina. Cadangan minyak di Indonesia sudah semakin habis; penemuan cadangan baru dan kegiatan produksi berada pada posisi pertumbuhan negatif, selain produksinya ditujukan untuk ekspor ke Amerika dan Eropa. Pengembangan Industri tambang minyak, yang disokong oleh berlapis-lapis skema subsidi, cenderung menguntungkan perusahaan transnasional, sementara dampak sosial-ekologis terabaikan. Ironisnya, berbagai skema subsidi yang diberikan untuk pengembangan industri pertambangan justru diperoleh dari pembayaran pajak penduduk Indonesia. Dalam penjabarannya, Maryati Abdullah menunjukkan peta pengembangan industri pertambangan dan rantai pasokannya yang menebarkan krisis sosial-ekologis.

Dua sesi diskusi ini menunjukkan kompleksitas jejaring kapitalisme global yang terus berupaya mengeruk keuntungan di negara-negara yang menjadi sasaran eksploitasi buruh, tanpa mengindahkan ragam konsekuensi sosial-ekologisnya. Sajogyo Institute masih akan menggulirkan kajian tentang trayektori kapital, pengembangan infrastruktur dan koridor ekonomi, serta ragam konsekuensinya di tingkat global, nasional dan lokal. Pengguliran kajian tentang trayektori kapital ini bertujuan mengajak berbagai kalangan, seperti peneliti, akademisi, aktivis sosial, pelajar, dan sebagainya, untuk terlibat bersama-sama memahami arah pengembangan ekonomi-politik dan ragam dampaknya, serta menemukan dan mengembangkan pola-pola kerja alternatif untuk mencegah ketimpangan sosial atau kian terpuruknya kondisi masyarakat kelas bawah.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Lainnya

Scroll to Top