Oleh Aisa [1]
Alkisah, Si Pait Lidah atau Seruling Sakti adalah orang yang mengubah lautan di daerah Perigi. Dulunya, daerah desa Perigi dan sekitarnya adalah lautan. Si Pait Lidah terkenal dengan kutukan-kutukannya yang melegenda. Tiap kutuknya akan menjelma nyata. Bukti-bukti dari tajamnya lafadz si Pait Lidah dipercaya oleh warga desa Perigi berada di desa bukit batu, kecamatan Pangkalan Lampam. Ada batu penganten, kolam batu bidadari, batu lesung, batu gajah, batu Ladung. Semua bentuk batu tersebut persis dengan namanya. Semisal batu penganten, diceritakan bahwa pada saat itu ada yang menikah, sedang dibuat keramaian. Si Pait Lidah minta di jemput untuk datang ke pesta tersebut tapi semua penduduk sedang berpesta tidak ada yang bersedia. Akhirnya, Si Pait Lidah mengutuk mereka menjadi batu. Daerah lautan ini pun menjadi daratan, begitu juga degnan semua warga yang sedang berpesta berubah menjadi batu. Sepasang pengantin tadi menjadi batu, inilah muasal Batu Pengantin di desa Bukit Batu, Kecamatan Pangkalan Lampam, Sumatera Selatan.
Si Empat Mata adalah saudara dari Si Pait Lidah. Dinamakan Si Empat mata karena matanya ada empat, dua di depan, dua di belakang kepala. Mereka empat bersaudara, Moyang Belabur, Moyang Jamang, Moyang Seruling Sakti (Si Pait Lidah), Moyang Mata Empat. Diceritakan juga, ada pertikaian antara kedua bersaudara Si Pait Lidah dan Si Mata Empat, perihalnya adalah tentang sebatang kayu yang menumbuhkan emas dan perak.Perak tumbuh dibagian milik Si Pait Lidah, Emas dibagian Si Empat Mata. Si Pait Lidah selalu mencuri emas Si Empat Mata. Singkat cerita, Si Empat Mata kesal dan terjadilah Perkelahian antara mereka. Awalnya yang menang adalah Si Empat Mata, tapi setelah Si Pait Lidah mati, dia penasaran dengan lidah saudaranya, apa sebab hingga dia begitu sakti. Maka, dijilatlah lidah saudaranya, pada saat itulah mati juga ia. Tak ada yang menang diantara mereka. Demikianlah konon dongeng yang diturunkan tentang ke dua orang sakti ini di desa Perigi Talang Nangka.
Dikisahkan, Talang Nangka adalah gabungan dua desa yaitu Talang Lame [2] yang dipimpin oleh Gede Sedang, Keramat Peledes atau Batang Hari [3] dipimpin oleh Moyang Dipa [4]. Di Talang Lame , Gede Sedang berhadapan dengan harimau, keduanya mati. Di Keramat Peledes, Moyang Dipa menghadapi seekor ular sakti yang bernama ‘Paul’. Ular ini sangat sakti hingga jika ada jejak kaki orang yang dijilatnya maka si pemilik jejak pasti langsung mati. Oleh Moyang Dipa, ular ini kemudian dipenggal. Tidak ada keterangan tentang penyebab kematian Moyang Dipa.
[1] Aisa adalah fasilitator Sajogyo Institute yang sedang mendampingi masyarakat perempuan Kecamatan Pangkalan Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
[2] Talang Lama menjadi Talang Lame untuk dialek di desa Talang Nangka. Talang adalah tanah/kampung, Lame yakni Lama/dulu
[3] Batang Hari artinya Sungai
[4] Turut dialek lokal menjadi Moyang Dipe