Krisis sosial-ekologis yang terjadi di berbagai tempat baik lokal, nasional, maupun regional semakin bertambah berat. Pemahaman akan ruang disederhanakan menjadi penyedia komoditas dan pendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini menimbulkan dampak struktural terutama bagi kelompok marjinal, tanpa terkecuali perempuan.
Diskusi sesi kedua dari Kelompok Belajar Studi Agraria dan Perempuan yang diadakan di Sajogyo Institute (SAINS) pada 10 Agustus 2016 mengangkat tema “Reorganisasi Ruang, Krisis Sosial Ekologi, dan Akibatnya Terhadap Perempuan”.
Dalam diskusi yang membahas seputar narasi besar perempuan dalam kelindan rejim ekstraksi di Indonesia mencoba menelaah secara kritis proses marjinalisasi berbasis kelas dan gender di tengah perebutan ruang untuk percepatan komoditas global. Ada tiga naskah utama yang menjadi referensi, yaitu: “Expulsion, Brutality, and Complexity in the Global Ekonomy karya Saskia Sassen; “Makroman di Tanah Pinjaman” karya Siti Maimunah”; dan “Ekspansi Kelapa Sawit di Asia Tenggara” karya Marcus Colchester dan Shopie Chao.
Lina Rintis Susanti, dari Women Research yang menjadi koordinator kelas sekaligus moderator, membuka acara dengan review atas karya Marcus Colchester dan Shopie Chao. Rintis memaparkan terjadinya ekspansi perkebunan kelapa sawit, khususnya di kawasan Asia Tenggara berdampak signifikan terhadap masyarakat tak terkecuali perempuan. “Hak perempuan untuk mewarisi tanah telah dipersempet sistem ‘kepala rumah tangga’”, ujar Rintis. Seperti hukum adat di Kalimantan Barat, hak perempuan untuk mewarisi tanah telah dipersempit oleh sistem ‘kepala rumah tangga’ dalam pendaftaran bidang tanah atau kapling petani kecil.
Sementara itu pada kesempatan kedua, Ciptaning Larastiti dari Sajogyo Institute melakukan review atas karya Saskia Sassen. Laras mengungkapkan satu fenomena kerja cerdas dari lembaga-lembaga keuangan yang secara kasuistik menghadirkan metode baru melakukan penyingkiran. Dalam istilah sassen, reorganisasi ruang kehidupan tidak lagi dimaknai sekedar ‘inequality’ (ketidak’sama’rataan), melainkan ‘expulsion’ (penyingkiran paksa). Laras secara jeli menelaah kerumitan yang dimaksud oleh sassen tersebut ialah, “ekonomi global yang berwajah finansialisasi hari ini oleh IMF, WTO, dan Bank Dunia telah memudahkan spekulasi komoditas global seperti bio fuel dan memperluas akuisisi tanah oleh investasi asing”. Perluasan akuisisi tanah untuk komoditas global inilah yang memperluas krisis ekologi seperti pencemaran tanah hingga perampasan akses air.
Di sesi akhir, Syiqqil Arafat, Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Indonesia melakukan pembacaan kritis atas karya Siti Maimunah. Melalui karya Mai, Syiqqil mengantarkan kita ke perubahan tata guna tanah pada skala mikro yang terjadi di wilayah Makroman, Samarinda. Membongkar relasi kuasa industri ekstraktif, seperti perkebunan kelapa sawit dan pertambangan yang menciptakan marginalisasi terhadap perempuan. Penelusuran tutur perempuan mengungkap status dan posisi perempuan di tengah reproduksi ruang sebagai bagian dari reproduksi kekuasaan industri ekstraktif. Tutur perempuan memaparkan bagaimana lapis-lapis perubahan agraria berkontribusi kepada kekinian mereka bertahan hidup di alam sekitarnya.
Diskusi dilakukan secara tematik pada minggu kedua dan keempat di setiap bulan. Sesi diskusi ketiga akan dilaksanakan dengan tema, “Feminisasi Kemiskinan, Alokasi Waktu, dan Strategi Rumah Tangga Melanjutkan Hidup”.
******
**)Informasi lebih lanjut mengenai diskusi Kelompok Belajar Agraria dan Perempuan SAINS selanjutnya dapat menghubungi Nila Dini, melalui Email: kelompok belajar, sains@gmail.com atau HP: 085719610656.